Proses beracara di Peratun pada prinsipnya sama dengan proses
acara perdata di Peradilan Umum, namun ada beberapa kekhususan
yang terdapat di dalam Hukum Acara PERATUN, antara lain sebagai
berikut :
1) Pengajuan gugatan dibatasi tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak Keputusan TUN yang digugat dikeluarkan/diumumkan
oleh Badan/Pejabat TUN, atau sejak diterima/diketahui oleh
Penggugat (pasal 55);
2) Dikenal adanya prosedur penolakan ("dismissal procedure"), yaitu
wewenang Ketua PTUN untuk memutuskan dengan Penetapan
bahwa gugatan tidak diterima karena tidak memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam pasal 62 ayat (1);
3) Dikenal adanya Pemeriksaan Persiapan sebelum pokok sengketa
diperiksa di persidangan, untuk melengkapi/memperbaiki gugatan
yang kurang jelas (pasal 63);
4) Dikenal adanya 3 (tiga) Acara Pemeriksaan Perkara, yaitu :
a. Acara Singkat, khusus untuk pemeriksaan perlawanan terhadap
Penetapan Dismissal (pasal 62 ayat
4);
b. Acara Cepat (Hakim Tunggal), apabila terdapat kepentingan
Penggugat yang cukup mendesak dan dimohonkan oleh
Penggugat (pasal 98-99);
c. Acara Biasa (Hakim Majelis), yaitu acara pemeriksaan perkara
melalui pemeriksaan persiapan;
5) Tidak ada putusan Verstek, tetapi Hakim berwenang memanggil
Tergugat melalui atasannya (pasal 72);
6) Tidak ada gugatan rekonpensi (gugat balik) dari Tergugat kepada
Penggugat;
Selain ciri-ciri tersebut di atas, dikenal adanya 4 Asas Peratun
sebagaimana dirumuskan oleh Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, SH, yaitu :
1. Asas Praduga Rechtmatige (Vermodens van rechtmatige/ Presumptio
Justea Causa).
o Bahwa setiap KTUN harus dianggap sah (rechtmatige) sampai
ada pembatalan oleh pengadilan.
o Gugatan tidak menunda KTUN (Psl. 67 ayat 1 UU No. 5/1986)
o Pembatalan KTUN bersifat Ex-tunc / Vernietigbaar.
o Tidak menganut Veiligheidsclausule / Spontane Vernitieging
2. Asas Pembuktian Bebas (Vrij Bewijs).
o Hakim yang menentukan apa yang harus dibuktikan, beban dan
penilaian pembuktian (Psl. 107 UU No. 5/1986). (Berbeda dengan
peradilan perdata dimana beban pembuktian diletakkan kepada
Pihak Penggugat (psl. 1865 KUH Perd).
3. Asas Hakim Aktif (Actieve Rechter / Dominus Litis).
o Asas ini untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak
seimbang, dimana posisi Tergugat Badan/Pejabat TUN)
dipandang lebih kuat daripada posisi Penggugat (orang/badan
hukum perdata). Psl. 58, 63 (l), 80 dan 85 UU No. 5/1986.
4. Asas Mengikat Publik (Erga Omnes).
o Mengingat sengketa TUN adalah sengketa di bidang hukum
publik, maka putusan Peratun bukan hanya berlaku/mengikat bagi
para pihak yang bersengketa, melainkan juga berlaku bagi siapa
saja (publik).